Hakikat Hidup

Hidup adalah Masa Karya

CAHYALOKA.COM – Setiap kita diberi rentang waktu yang kemudian kita sebut umur, untuk berkarya. Harga hidup kita di mata kebenaran ditentukan oleh kualitas karya kita. Maka, sesungguhnya waktu yang ‘berhak’ diklaim sebagai umur kita adalah sebatas waktu yang kita isi dengan karya dan amal. Selain itu, ia bukan milikmu!

Itulah undang-undang kebenaran tentang hakikat waktu. Kita bukan waktu yang kita miliki. Tapi kita adalah amal yang kita lakukan.

Dalam relung hakikat itu pulalah Ilahi Rabbi menurunkan titah-NYA untuk ‘berpacu’ dan ‘berlomba’ dalam medan kehidupan. Hidup ini adalah jalan panjang yang harus kita lalui. Tak satu pun diantara para peserta kehidupan itu yang diberitahu di mana dan kapan ia harus berhenti. Sebab tempat pertama yang engkau tempati berhenti adalah ajalmu. Akhir masa karyamu.

Begitulah para sahabat Rosululloh dan semua manusia Muslim yang agung dan besar pernah hadir di pelataran sejarah, memahami makna waktu dan hidup, serta melaluinya dengan semangat perpacuan yang tak pernah dapat digoda oleh kelelahan.

Apa yang mereka pakai adalah kendaraan jiwa, yang seluruh muatannya adalah makna hidup itu sendiri serta kehendak yang telah terwarnai oleh makna itu. Tak ada ruang kosong dalam kendaraan jiwa itu yang tak terisi oleh kehendak dan azimah. Semua hakikat baru yang mereka pahami, yang mengantar mereka pada titian ketinggian, selalu menjelma menjadi hakikat lain yang mengantar mereka pada titian yang lebih tinggi.

Perjuangan, bagi manusia-manusia agung itu, adalah sebuah insting yang sama kuatnya dengan insting lain dalam diri mereka. Sebab, kata seorang sastrawan Muslim Mesir, Musthofa Shodiq Al-Rofi’i:

Rupanya perjuangan itu mempunyai naluri yang sanggup mengubah seluruh kehidupan ini menjadi kemenangan. Sebab setiap anak pikiran yang hinggap di situ, selalu langsung menjelma jadi pembunuh-pembunuh kekalahan.

Mengeluh, dalam insting perjuangan mereka, adalah sepol yang hendak merayu benteng thumuh mereka. Kekalahan, dalam tradisi keagungan mereka, bagai sebatang lilin yang ingin menghisap gelombang. Semua yang ada di permukaan bumi ini adalah tanah tempat kaki kebesarannya mengayuh derap langkah melewati hari-hari.

Dalam semangat perpacuan itu, semua tantanan yang mereka temui hanya berfungsi melahirkan bakat-bakat baru, kecerdasan-kecerdasan baru, kehendak-kehendak baru.

Inilah rahasia besar menyingkap tabir kebesaran sahabat, tabi’in serta ulama, zu’ama dan mujahidin besar yang pernah menggoreskan tinta emas dalam sejarah Islam kita. Banyak diantara mereka yang mati dalam kesyahidan pada usia yang teramat muda. Imam Al Ghazali meninggal dalam usia 45 tahun, Umar bin Abdul Azis dalam waktu 39 tahun, dan Hasan Al Banna dalam usia 41 tahun. Tapi waktu mereka bagai ‘memanjang’ mengikuti rentang panjang keabadian.

“Sebab ketika jiwa itu kosong, pikirannya akan jauh lebih kosong. Ia akan terus berlari mencari semua yang dapat membuatnya lupa pada sang jiwa. Sedang manusia agung itu, hidup penuh sepenuh jiwa,” kata Musthofa Shodiq Al Rofi’i. Wallahualam. [al faqir]

Lihat Juga

kelas literasi anak

Literasi Anak Depok: Belajar Fiksi, Non Fiksi, Puisi dan Buat Blog Sendiri

CAHYALOKA.COM – Hari Sabtu pada akhir September, tepatnya tanggal 29 September 2018, aku mengikuti kelas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *