Falsafah dan Tujuan Pendidikan Islam

Falsafah dan Tujuan Pendidikan Islam

Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka. (HR. Ahmad dan dishahihkan Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 247)

 

CAHYALOKA.COM – Pendidikan pada suatu bangsa pasti berasal dari falsafah bangsa tersebut. Pendidikan itulah yang membawa cita-cita bangsa ke alam wujud. Para ahli filsafat, dari dahulu kala hingga kini, dari Plato hingga Dewey, memberikan perhatian serius kepada dunia pendidikan sebagai ‘pantulan’ dari falsafah bangsa. Plato misalnya, ketika tidak puas dengan pendidikan dan falsafah pendidikan di zamannya, beliau mengkritik falsafah pendidikan saat itu dan menawarkan falsafah baru, yang beliau sebut “idealisme”, sebagaimana termaktub dalam bukunya “Republika”.

Pada zaman moderen pendidikan lebih jelas dalam memposisikan dirinya sebagai pantulan falsafah bangsa. John Dewey misalnya, ketika membawa falsafah baru pendidikan, dan ia sebut dengan “pendidikan moderen” yang menentang pendidikan tradisi lama yang hanya bertumpu pada menghafalkan ilmu, beliau menganjurkan agar para pelajar itulah yang berbuat, yang menghasilkan, yang mengajarkan dirinya sendiri sedangkan guru posisinya hanya sebagai seorang pembimbing. Falsafah pendidikan ini kemudian di negera-negara barat terwujud dalam kebebasan, demokrasi, dan individualisme.

Pertanyaannya, apakah pendidikan di negara-negara Muslim hari ini menjadi pantulan dari falsafah Islam itu sendiri? Padahal dari informasi sejarah dikisahkan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok yang memberikan perhatian besar kepada pendidikan sejak tahun-tahun pertama kebangkitan Islam dengan memerintahkan agar mengajarkan membaca dan menulis kepada generasi muda. Dan sebelum abad kedua hijriyah, di seluruh pelosok negeri-negeri kaum Muslimin telah berdiri lembaga-lembaga pendidikan berupa kuttab atau surau dan madrasah atau sekolah formal.

Pertanyaannya, apakah pendidikan yang berjalan hari ini di negeri-negeri Muslim sudah mencerminkan jiwa Islam yang merupakan pantulan dari falsafah Islam; yang mana hasil dari pendidikan tersebut adalah murid-murid lulusan yang berjiwa Muslim sejati, sebagaimana generasi awal Islam 10 abad yang silam?

Pertanyaan lain, apakah “pendidikan moderen” bertentangan dengan semangat Islam? Mungkin tidak pendidikan yang berasal dari falsafah Islam dapat diselaraskan dengan pendidikan moderen yang berasal dari falsafah barat? Semua pertanyaan ini tidak dapat kita jawab tanpa kembali meneliti pendidikan Islam dalam sejarahnya dan kemudian dikembangkan dengan perkembangan kajian-kajian psikologi pendidikan dan sosial.

Sejarah Pendidikan Islam di Masa Lalu

Dalam kajian sejarah Islam, pendidikan telah menunjukkan eksistensi dan perkembanganya yang jelas sejak di zaman Rasulullah SAW; karena beliau diutus untuk mengajarkan manusia hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kemaslahatan duniawi mereka. Rasulullah SAW adalah guru pertama dalam Islam, dan sejak hari-hari pertama kebangkitan Islam pendidikan berasaskan Al Qur’an dan Sunnah.

Oleh karena Al Qur’an adalah kitab Allah yang tetap dan tidak akan berubah sejak dahulu hingga sekarang; yang dihafalkan oleh berjuta-juta kaum Muslimin di dada-dada mereka dari dahulu hingga sekarang, ayat-ayatnya adalah undang-undang kehidupan yang diamalkan dan menjadi petunjuk bagi kaum Muslimin, karenanya Islam memiliki corak pendidikan yang khas; yang berbeda dengan corak pendidikan dari peradaban-peradaban lain.

Sebelum Islam muncul sudah ada tiga peradaban dengan corak pendidikannya yang bertarung untuk menguasai Timur Tengah; Persia, Yunani, dan Kristen. Setiap peradaban tersebut memiliki corak dan ciri-ciri pendidikan yang khas dan berbeda dengan yang lain, termasuk dengan Islam. Perlu dipahami juga, sekalipun peradaban Islam telah terpengaruhi oleh kesusasteraan Persia, falsafah Yunani, dan sistem serta undang-undang Romawi, namun Islam dapat mengatasi itu semua, sehingga dapat dikatakan pendidikan Islam lebih menonjol dibandingkan dengan pendidikan yang lain.

Oleh karena itu dunia Islam dan dunia pendidikan Islam sekarang ini sedang mengadakan revolusi untuk membersihkan diri dari kekakuan dan kemunduran dalam rangka mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan agresi barat dalam bidang kebudayaan dan konsep keilmuan (World View). Dan permasalahan terdepan dalam hal ini adalah pendidikan Islam yang harus menjadi bahan pikir setiap Muslim. Artinya, setiap Muslim harus memberikan kontribusi pemikiran agar dapat menjawab problem bagaimana pendidikan Islam moderen menghadapi modrenitas.

Pendidikan Islam di Zaman Moderen

Pendidikan Islam menggabungkan latihan jiwa, pembersihan ruhani, pengasahan akal, dan penguatan jasmani; artinya Islam meberikan pendidikan agama, akhlak, ilmu pengetahuan, dan jasmani (kekuatan fisik). Sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membebaskan tawanan perang badar dengan tebusan setiap satu tawanan wajib mengajar 10 orang anak Muslim, membaca dan menulis. Begitu juga diriwayatkan bahwa Umar ibn Khattab memerintahkan kaum Muslimin agar mengajari anak-anak mereka berenang dan memanah.

#PendidikasnIslam itu bemula (sekali lagi bermula) memalui talqin (tiruan) dan indoktrinisasi, karenanya dianjurkan untuk orang tua khususnya; memperlihatkan ketauladan kepada anak-anak mereka di masa pertumbuhan. Orang tua harus menirukan dan menjadi tauladan dalam membaca Qur’an, melaksanakan shalat, bersikap amanah dan jujur. Terkait shalat Rasulullah SAW bersabda:

مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ  

“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 247).

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al Mughni berkata: “Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh.”

Shalat selain rukun Islam yang utama, ia juga asas utama dalam pendidikan Islam, karena shalat adalah media hubungan antara hamba dan penciptanya, shalatlah yang memutuskan hubungan antara seorang hamba dengan alam kebendaan menuju dan memfokuskan diri kepada alam ruhani (spritual). Perlu dicatat, setelah Islam meluas dan berkembang dengan perkembangan yang pesat, maka para pemimpin Islam ketika itu berijtihad untuk mengatur urusan pendidikan yang awalnya berada di dalam keluarga menuju pendidikan di luar keluarga dalam institusi surau (kuttab), sekolah (madrasah), dan masjid.

Penting dipahami, lembaga pendidikan, apapun namanya harus berperan sebagai lembaga yang memindahkan nila-nilai dari satu generasi ke generasi selanjutnya, dan inilah pola pendidikan terbaik di zaman modren. Dahulu ada surau atau kuttab yang konsen mengajarkan anak-anak membaca, menghafal Al Qur’an serta ilmu menulis dan berhitung lalu diajarkan kepada mereka yang lebih esensial lagi fikih, tafsir, hadit, sirah; yang merupakan proses pemindahan nilai-nilai kepada anak-anak tersebut agar mereka menjadi anak-anak yang bertaqwa kepada penciptanya. (M. Reza Prima, Mtd.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *