Diet Televisi

Akhir-akhir ini, saya sedang berkonsentrasi melakukan diet teve  untuk kedua buah hati. Masalah ini timbul ketika kami terpaksa harus menumpang di orang tua dengan berbagai pertimbangan. Di rumah neneknya, televisi terbiasa menyala hampir 24 jam sehari. bahkan ketika tidak ada yang menonton. Wuih…! Repot, kan?

Sehingga  menonton teve menjadi kebiasaan baru buah hati saya.  Dan ternyata  banyak yang mengalami masalah seperti yang saya alami. Coba simak data yang saya kutip dari majalah Ummi ini: Dari Penelitian UNDIP dalam menyiapkan baseline data untuk Pendidikan Media 2008 mendapati mayoritas anak-anak yang diteliti mengaku menghabiskan waktu 3-5 jam pada hari sekolah dan 4-6 jam pada hari libur untuk menonton televisi. Bahkan beberapa dari mereka secara ekstrem mengaku menonton teve 16 jam pada hari libur. Sebesar 72,9% anak-anak yang menjadi responden Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) 2009 menonton teve selama 4,3 jam per hari. Padahal Menurut Kepala Divisi Informasi Yayasan  Kesejahteraan Anak Indonesia Bobi Guntarto menyarankan agar bayi usia 0-3 tahun tidak perlu diberi suguhan televisi. Untuk anak SD pun televisi hanya boleh ditonton sebanyak 2 jam sehari.

Jumlah jam menonton itu sendiri didukung  jumlah tayangan anak yang kian beragam di banyak stasiu  teve. Pada pekan ketiga Maret 2009 diperoleh data, total durasi program anak di semua teve swasta adalah 125 jam. Namun ternyata, 6 % anak-anak menonton  komedi situasi dan 5,9% menonton sinetron remaja. Bahkan AGB Nielsen (2008) menemukan, bahwa top 10 program yang ditonton anak-anak  5 tahun ke atas adalah reality show seperti termehek-mehek dan Me vs Mom.

Kenapa ya, anak  suka menonton TV?

Menurut Rubin, seorang peneliti media, sejumlah motivasi bagi anak dan remaja menonton teve :

  1. Relaksasi. Bagi banyak anak, menonton membuat mereka rileks dan santa.
  2. Menjadi teman. Menonton teve ibarat teman yang membuat  anak tidak merasa kesepian.
  3. Karena kebiasaan. Saking seringnya dilakukan, menonton teve bisa menjadi kebiasaan. Apalagi kalau tidak ada aturan menonton teve di rumah.
  4. Menghabiskan waktu. Banyak anak yang akhirnya lari ke teve karena tidak punya kegiatan lain yang harus dilakukan. Banyaknya waktu luang membuat mereka menonton teve.
  5. Untuk interaksi sosial. Menonton teve bisa menjadi kegiatan bersama dengan teman-temannya. selain itu menonton teve bisa menjadi bahan obrolan yang me ngasyikan dengan teman dan sahabat.
  6. Mendapatkan informasi. Teve dianggap dapat memberikan info mengenai hal-hal baru dan kejadian di sekeliling mereka.
  7. Seru, menarik dan semangat. Bagi banyak anak, menonton teve itu seru, menarik dan  membangkitkan semangat. Pernah melihat anak-anak terpaku menyaksikan film animasi avatar atau naruto? Bagi mereka tontonan seperti ini  seru dan membuat semangat.
  8. Melarikan diri (escape). Melepaskan diri dari kewajiban, keluarga atau hal yang tidak ingin dikerjakannya.
  9. Hiburan. Televisi adalah hiburan yang murah meriah, mudah di dapat di mana saja.

Kenapa harus Diet?


Banyaknya tontonan kekerasan dan supranatural

Hendriyani dkk (2009) menemukan bahwa program anak-anak yang tersedia mulai pukul 04.30-20.00 WIB adalah program import yang berkategori animasi. Yang temanya sebagian besar kekerasan dan supranatural. Adegan kekerasan berpotensi menbuat anak meniru kekerasan serupa. Mungkin masih segar dalam ingatan kita kasus meninggalnya Reza Ikhsan Fadilah (9) tahun tewas setelah diplintir ketiga temannya yang meniru adegan Smackdown, beberapa waktu yang lalu.

Ada yang lebih leboh lagi. Pada tahun 1999 Amerika Digemparkan dengan peristiwa penyandraan sebuah sekolah menengah di Kota Littleton selama 5 jam. Penyanderaan dilakukan oleh 2 orang siswa sekolah tersebut. Tidak main-main, penyanderaan dilakukan dengan memakai senjata api. Tragedi berdarah ini menelan korban tewas 12 orang dan seorang guru serta mencederai 23 orang. Penyaderaan berakhir dengan bunuh diri 2 orang penyadera tersebut dengan cara menembak diri mereka sendiri.

Setelah diselidiki, ternyata motif mereka melakukan hal tersebut semata demi membayangkan diri mereka tengah berada dalam cerita serupa dalam video yang mereka tonton.Tragis!

Hati-hati juga dengan tayangan berita kriminal  di televisi, hal ini dapat mengganggu pola pikir anak. Misalnya berita poembunuhan atau bunuh diri dengan memperlihatkan kondisi mayat  yang mengenaskan. Anak-anak bisa jadi terinspirasi dan meniru bentuk penyelesaian masalah yan dilihat dari televisi, tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Sedangkan tayangan supranatural berpotensi syirik ayang akan mengotori akidah ank-anak kita. Anak akan terpesona dengan kekuatan benda gaib, tokoh jagoan dan melupakan kekuasaan Allah.

Banyak yang tidak bermutu

Sebagian besar data yang disajikan  stasiun teve adalah data yang tidak berguna (data smog, istilah David Shenk ). Yang tidak akan dapat memberi manfaat untu buah hati kita.

Mengganggu interaksi sosial

Anak yang sudah kecanduan teve, cenderung malas untuk  berinteraksi sosial dan menjadi pasif. Interaksi dengan teman dan keluarga digantikan dengan keasyikan menonton suguhan di layar kaca. Begitu pula kesempatan mengembangkan minat akan hilang, sebab minatnya hanya tertuju pada teve. Hal ini tentu tidak baik terhadap  perkembangan soisl, motorik maupun emosionalnya. Anak akan lebih sulit bekerjasama, mengendalikan emosinya. Selain itu anak dapat mengalami gangguan tidur karena hal-hal seram yang sering terlihat dalam film-film mistik ataupun horor tampak nyata bagi mereka.

Ada temuan yang menarik dari Hasil Temuan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap film-film kartun. Film yang mengusung tema kepahlawanan ternyata lebih banyak mengandung adegan antisosial (63,5%) daripada prososial (36,4%)

Coach Potato Problem

Duduk berlama-lam amenonton  menyebabkan kegiatan fisik anak-anak berkurang. Dan jika nonton dilakukan sambil ngemil, dapat timbul gangguan ’Coach Potato Problem’ atau kegemukan. Istilah ini menggambarkan postur tubuh anak yang seperti kentang duduk. Bentuk tubuh ini dapat mengganggu pengembangan motorik kasak dan motorik halusnya.

Dapat menyebabkan gangguan fisik

Pada beberapa kasus di  jepang, sejumlah film kartun atau games-Karena komposisi gambar dan warna serta adegannya-menimbulkan kejang-kejang atau sawan pada anak. Gangguan inimuncul karena memang tayangan itu langsung berhubungan dengan mata dan saraf.

KECANDUAN TV

Hati – hati jika anak :

  1. Kegiatannya hanya menonton TV, melakukan segala sesuatu sambil menonton TV
  2. Malas bergerak
  3. Malas melakukan kegiatan lain yang dulu sangat diminati
  4. Malas berinteraksi, menarik diri dari pergaulan
  5. Selalu membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tontonannya
  6. Menjadi mudah marah dan sensitif ketika diminta berhenti menonton
  7. Belajar terganggu, malas mengerjakan PR dan sulit memusatka perhatian

Karena jika ada gejala-gejala di atas berarti anak kita sudah tergantung TV. hal ini tentu kan menggangu pula akademisnya. Nauzubillah


Diet TV, yuk!


Fakta-fakta di atas semakin mebuat saya miris, dan mendorong saya untuk menjalankan berbagai program diet TV.

Mulai dari diri sendiri

Keteladanan akan membekas pada diri anak kita. Jadi ketika saya ingin melakukan diet TV pada anak-anak kita, saya memulai dari diri saya sendiri.  Karena kalau anak sering melihat kita menonton televisi, anak pun akan meniru kebiasaan kita

Jika memungkinkan, diskusikan bahaya TV untuk anak dengan orang-orang di rumah

Hal ini akan menyamakan pandangan tentang TV dan lebih jauhnya mendukung program diet TV Walaupun hal ini tidak mudah, karena  yang saya hadapi adalah orang tua. Dan terlebih, kami nebeng di sana.

Kesamaan nilai akan mempengaruhi keberhasilan program ini. Jika kita ketat terhadap televisi, tapi yang lain tidak, sulit untuk berhasil.

Membuat aturan menonton TV

Termasuk waktu menonton, jenis, tontonan dan lamanya menonton. menonton TV bisa dijadikan reward and funisment atas perilaku baik atau kedisiplinan anak. Misalnya boleh nonton TV kalau sudah mandi dan makan. Sebaliknya,jam menonton  dikurangi jika anak sulit mandi atau makan.

Pendampingan ketika menonton TV

Selain menciptakan kebersamaan, pendampingan kita untuk menonton TV adalah kesempatan untuk mengklarifikasi hal yang tidak tepat, atau menerangkan hal yang belum jelas untuk anak.

Beralih ke TV kabel atau nonton DVD

Saya sempat terhenyak melihat iklan sebuah minuman ringan yang penuh adegan pornoaksi, dan  serba permisif. Ditambah lagi durasinya sangat lama. Saking lamanya, saya kira video klip. Dan yang paling tragis, iklan itu diputar ketika jam tayang film anak. Jenis film mungkin masih bisa kita seleksi, tapi hati-hati dengan tayangan iklan yang tidak bisa kita seleksi. Hal ini membuat saya lebih tenang membiarkan anak-anak menonton DVD daripada menonton tayangan televisi, walaupun  film yang diputar di TV itu sama dengan yang di DVD.

Membuat sebanyak-banyaknya alternatif kegiatan
Akan lebih mudah ketika kita membuat jadwal harian anak-anak, beserta berbagai kegiatan yang menarik seperti bersepeda, membersihkan kamar, memberi makan hewan peliharaan dan lain-lain. Selain mencegah anak-anak dari menonton televisi, hal ini menyenangkan dan bernilai edukatif bagi anak. Jadwal ini sangat membantu, terlebih ketika  kita sedang mendelegasikan pengawasan anak pada orang lain, ketikabkita harus beraktivitas ke luar rumah.

Menciptakan nuansa spiritual di rumah

Suasana spiritual yang kenal akan membangun akidah dan moral anak. Yang dapat mengcounter pengaruh TV yang tidak baik.

Misalnya dengan membiasakan shalat tepat waktu dengan mengajak anak, ketika adzan TV dimatikan, dan mengaji pada waktu-waktu tertentu. Menceritakan kisah-kisah yang mengandung nilai moral dan spiritual.
Ayah, Bunda, Semoga Allah memudahkan program diet TV kita semua. Amien.

(dr. Ariani)

 

#Parenting

Lihat Juga

pelecehan seksual dan kekerasan seksual

Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual Pada Anak Dapat Dicegah

Dalam kategori penyimpangan seksual, pedofilia ini masuk dalam kategori parafilia, yaitu penyimpangan seksual dimana obyek seksual yang diminatinya secara umum atau secara normal seharusnya tidak membuat seseorang memiliki hasrat seksual terhadap obyek tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *